Manghadapi masalah ini kenapa kita tidak mencoba memanen air ?.
Konsep memanen air sangat sederhana, yaitu
menampung air hujan untuk dipergunakan pada saat tidak ada air.
Cara menangkap air hujan dapat dlakukan dengan berbagai macam cara dari mulai yang skala kecil sampai skala besar yaitu :
- Menangkap limpasan dari atap,
- Menangkap dari derah tangkapan lokal cekungan2 dengan embung, telaga, kolam dll. (di Provinsi NTB, Provinsi DIY.,dll)
- Menangkap dari daerah aliran sungai dengan bendungan2, ( Jatluhur, Sempor dll.) dan
- Konservasi daerah aliran sungai dengan penghutanan kembali, pembuatan check dam, gully plug. dll
Sekarang bagaimana kalau sambil menunggu usaha pemerintah, masyarakat (di fasilitasi pemeritah tentu saja) mencoba swadaya menyelesaikan persoalan kekeringan (dibaca kekurangan air) pada level paling rendah yaitu "rumah tangga" masing-masing dengan memanen air menggunakan teknik nomor 1 diatas yaitu menangkap limpasan dari atap supaya masyarakat tidak perlu menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk mencari air ?
Untuk itu mari kita mencoba berhitung secara sederhana mengenai "ketersediaan" dan "kebutuhan" untuk memastikan bahwa air tersedia minimal sama dengan air yang dibutuhkan.
Pertama kali , mari menghitung berapa banyak air yang bisa ditangkap atap.
Kalau luas permukaan atap rata-rata rumah penduduk 36 m2. (6m x 6m), dan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1750 mm atau 1,75 m, (di bagian kering Jawa Timur yang saat ini menderita kekeringan hebat), maka volume air yang bisa ditangkap oleh satu atap rumah penduduk, adalah sama dengan luas atap dikalikan tinggi hujan = 1,75 m x 36 m2 = 63 m3. Jika kehilangan air akibat penguapan, meresap kedalam tanah dll. diambil 40%, maka air netto yang bisa dikumpulkan masing-masing atap = 60% x 63 m3 = 37,8 m3
Selanjutnya mari berhitung kebutuhan air yang menurut Kementerian PU, untuk daerah pedesaan adalah 60 liter/orang/hari. Taroklah masa kekeringan berlangsung selama 4 bulan atau 120 hari, maka kebutuhan per orang selama masa kekeringan adalah = 60 liter/orang/hari. x 120 hari = 7200 liter = 7,2 m3.
Jika atap satu rumah bisa menyediakan air 37,8 m3, maka berarti bisa memenuhi kebutuhan 37,8 : 7,2 = 5,25 orang. Aman !!, ternyata kebutuhan satu KK yang rata-rata terdiri dari 4-5 jiwa dapat dipenuhi.
Yang menjadi kendala adalah bagaimana menyimpan air sebanyak 37,8 m3. Hitungan gampangnya adalah, jika disimpan dalam sumur dengan diameter 1 meter, maka diperlukan 4 sumur yang masing-masing dalamnya 12 meter. atau jika disimpan dalam kolam diperlukan 1 kolam ukuran 6 meter x 4 meter dengan kedalaman 1 meter.
Untuk mengatasi kendala tersebut tentu saja perhitungan diatas dapat "disesuaikan" misalnya kebutuhan air per orang bisa diturunkan 1/2 -3/4 nya mengingat kondisi darurat, atau masa kekeringan yang bisa dilayani juga juga diturunkan menjadi 2-3 bulan (mungkin bahkan riilnya memang hanya 2 bulan), sehingga kebutuhan volume penampungan menjadi lebih kecil.
Meskipun demikian tidak dipungkiri bahwa secara umum di Indonesia selalu menghadapi kendala lahan pribadi yang sempit, dan ini dapat diatasi secara berkelompok, dalam arti sumber air dari atap masing-masing kelompok akan tetapi tempat penyimpanan ditempatkan pada anggota kelompok yang mempunyai lahan luas.
Gambar-gambar berikut menunjukkan beberapa contoh teknik memanen air.
Gambar 1, untuk memenuhi kebutuhan individual, kapasitas terbatas, harus berhemat (menurunkan standard kebutuhan), yang penting tidak berburu air puluhan km.
Gambar 2 untuk mmenuhi kebutuhan kelompok
Gambar 3. diatas untuk memenuhi kebutuhan kelompok skala besar (pada apartemen), tidak hanya menangkap dari atap akan tetapi juga dari lahan disekitarnya.
Mau dan mampukah kita mulai menggalakkan panen air ?
Pak SatroP.
BalasHapusHitungannya boleh juga nih Pak, malah sudah ada yang mencobanya seperti gambar foto diatas. Didaerah kekeringan tersebut sepertinya perlu diinfo/disosialisasikan hal itu, selanjutnya bagaimana menggerakkan aparat/masyarakat setempat untuk mencoba membuatnya.
Betul pak Sus, ini pekerjaannya PU Cipta Karya sejak jaman dahulu kala. Kita sudah sering melihat tangki-tangki warna biru dengan lambang PU kuning. Hanya saja masyarakat (dalam komunitas) kok tidak mau menggerakkan dirinya untuk mencoba membuat daripada ngangsu puluhan km. Memang diakui mskipun sederhana tetapi tetap pakai duit, namun dengan ditanggung rame komunitas sokur-sokur dengan sponsor pabrik air mineral misalnya (mau nggak ya ?), terus dimasukkan TV dengan judul "kepedulian pabrik air mineral terhadap kesehatan masyarakat", barangkali bisa terlaksana. Wllahualam.
BalasHapusKesimpulan anda memang benar adanya pak, "harus ada tenaga penggerak" . Terima kaih